Dioptri Lensa Kontak Tidak Selalu Lebih Kecil Dari Kacamata
“Mas, ada lensa kontak yang ukuran plus nggak?” suara merdu
seorang wanita langsung menyusul bunyi “ting.. tong” dari bel yang
bersuara setiap kali pintu
optik saya terbuka atau tertutup. Sebenarnya saya tidak punya persediaan
softlens berukuran plus, tapi penampilan wanita yang masih terlalu muda untuk mengalami
presbyopia itu membuat mata dan hati saya
(semoga istri saya tidak membaca artikel ini
) memprovokasi pemikiran sehingga tersusunlah jawaban yang terkombinasi dengan pertanyaan: “Jarang sekali yang punya stok
softlens berukuran plus, Mbak. Memangnya kacamata
njenengan (anda) berukuran plus ya? Butuh
softlens
yang plus berapa?” Ia juga ikut-ikutan menjawab sekaligus bertanya:
“Iya, kacamata saya ukuran +2,50 yang kanan, kirinya +3,00. Jadi saya
butuh lensa kontak +2,25 dan +2,75. Dari ukuran kacamata harus dikurangi
0,25 kan?” Saya tersenyum (dimanis-manisin). Ihuiiyyy.. dia sendiri
yang membuka peluang perpanjangan waktu.
Hmm.. ternyata ia mencari lensa kontak untuk mengatasi
hipermetropia
yang dialaminya. Bukan soal itu yang mau saya jadikan topik untuk
berlama-lama dengannya, tapi soal ukuran lensa kontak yang katanya harus
dikurangi 0,25 itu. Saya pun menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan
juga: “Lha, kata siapa ukuran lensa kontak harus kurang 0,25 dari
kacamata?” “Ya kata orang-orang di optik yang tadi saya datangi itu,”
kepalanya sambil sedikit menoleh mengekspresikan arah di mana optik yang
barusan didatanginya. Vwheee… lagi-lagi saya menemui salah kaprah yang
terjadi di kalangan praktisi optikal amatir. Keinginan saya untuk
berpanjang-panjang waktu dengannya pun kesampaian, sampai kecapaian
malah (ih, jangan mikir yang enggak
2 ya).
“Mbak, perubahan ukuran dioptri lensa kacamata untuk diaplikasikan ke
lensa kontak itu dilakukan berdasarkan perhitungan tertentu untuk
mengkompensasi jarak lensa ke kornea yang menjadi 0. Lensa yang ada pada
kacamata (juga trial frame yang dipakai untuk pemeriksaan refraksi
mata) kan terpasang pada jarak tertentu terhadap kornea mata, sementara
lensa kontak terpasang menempel pada kornea mata. Perubahan jarak itu
harus dikompensasi dengan cara merubah ukuran dioptri. Mengapa harus
begitu? Karena jika letak lensa digeser mendekat atau menjauh terhadap
kornea, letak fokus yang dihasilkan dari pembiasan dalam bolamata juga
akan mendekat atau menjauh terhadap retina.” Wanita itu
manggut-manggut
(mengangguk-angguk). Pesonanya membuat saya mencari alasan untuk lebih
mendekat: “Coba Mbak perhatikan ilustrasi ini.” Saya pun corat-coret
pada sehelai kertas. Versi layak tayangnya seperti ini:
“Perubahan letak titik fokus di retina yang disebabkan oleh perubahan
letak lensa bisa diatasi dengan merubah ukuran dioptri lensa”. “Mmm..
berarti dengan cara mengurangi itu ya?” ia menyela. Saya tersenyum lagi,
kali ini tidak dimanis-manisin. “Merubah itu bisa dengan mengurangi
atau menambah Mbak, untuk lensa berdioptri minus memang dengan cara
mengurangi tapi untuk yang berdioptri plus justru dengan cara menambah.”
Roman mukanya berubah sedikit serius: “Lho, kok bisa gitu?”
Kepenasarannya menyemangati saya. Setelah meneguk air putih (tentu
permisi dulu lah, biar sopan) untuk melemaskan tenggorokan yang mulai
mengering, saya pun melanjutkan:
“Untuk diketahui, mengurangi ukuran dioptri lensa minus akan
memperpendek jarak fokusnya, tapi mengurangi ukuran dioptri lensa plus
justru akan memperpanjang jarak fokusnya.” Keseriusan di wajahnya belum
mengendor, pertanda kepenasaran masih merundungnya. “Terus..terus..,” ia
tak tahan juga.
Kembali saya sodorkan corat-coret ilustrasi yang sebelumnya sudah saya
perlihatkan. “Begini, pada saat lensa didekatkan sampai jarak 0 terhadap
kornea, titik fokus pembiasan dalam bolamata kan jadi mundur ke
belakang retina. Cara untuk membuatnya maju dan kembali tepat pada
retina adalah dengan mengurangi panjang fokusnya. Jika lensa yang
didekatkan ke kornea adalah lensa minus, berarti harus dilakukan dengan
mengurangi ukuran dioptri minusnya. Tapi, jika lensa yang didekatkan ke
kornea adalah lensa plus, mengurangi ukuran dioptri plusnya justru akan
memperpanjang jarak fokus sehingga titik fokus pembiasan dalam bolamata
menjadi lebih jauh lagi di belakang retina. Jadi, untuk kasus lensa plus
ini justru dilakukan dengan menambah ukuran dioptri plusnya agar jarak
fokus semakin pendek/maju dan kembali tepat pada retina.”
“Mm.. ya..ya..ya..,” kembali ia mengangguk-anggukan kepalanya. Duuhh..
“Berarti saya harus cari yang ukuran +2,75 dan +3,25 ya? Kan harus ditambah 0,25?” lanjutnya.
“Sebenarnya, nilai perubahan ukuran itu ditentukan dengan perhitungan
khusus Mbak. Kita harus menentukan efektif power lensa yang variabelnya
lebih sering dipengaruhi oleh ukuran dioptri lensa kacamata (atau hasil
pemeriksaan refraksi subyektif) dan jarak lensa kacamata terhadap
kornea. Jadi, perubahannya tidak selalu 0,25. Semakin tinggi ukuran
dioptri lensa, nilai perubahannya juga akan semakin tinggi.” Saya
berhenti sejenak. Wanita itu masih tetap diam memperhatikan, tapi
wajahnya sudah tidak begitu dironai keseriusan. Sepertinya gantian wajah
saya yang mulai dironai kelelahan. Tapi saya tetap melanjutkan.
“Biasanya, optikal yang baik akan memiliki semacam tabel konversi yang
bisa digunakan untuk menentukan ukuran dioptri lensa kontak untuk
pasiennya. Jika tidak, praktisi optikal yang bersertifikat dan memiliki
ijasah D3 Refraksi Optisi juga telah memiliki bekal yang cukup untuk
menghitung ukuran lensa kontak tersebut.”
“Lalu, berapa ukuran lensa kontak yang harus saya pakai?” Pertanyaan
wanita itu membuat saya merasa bahwa ini sudah hampir berakhir.
“Berdasarkan perhitungan saya, untuk yang kanan nilainya sedikit di atas
+2,50 tapi jauh kurang dari +2,75, yang kiri sedikit di atas +3,00 tapi
juga masih jauh kurang dari +3,25. Ukuran lensa kontak yang umum
beredar di pasaran memiliki step ukuran 0,25 dan 0,50. Jadi kalu Mbak
menginginkan yang itu, ambil softlens yang +2,50 dan +3,00. Tapi kalau
menginginkan ukuran yang eksak sesuai tabel atau perhitungan, njenengan
harus memesannya secara khusus yang mana memerlukan waktu dan biaya yang
jauh lebih besar.”
“Oke,” ia mengambil keputusan. “Saya ambil yang +2,50 dan +3,00 saja. Ada?” Tueenggg!!
“Aduh.. maaf Mbak. Kan di awal sudah saya sampaikan kalau softlens yang
berukuran plus itu jarang yang menyediakan. Kebetulan saya juga termasuk
di dalamnya.”
“Waahh.. saya kira punya. Tapi memang agak susah ya nyari softlens
berukuran plus. Baiklah, sepertinya saya teruskan pakai kacamata saja
dahulu. Tapi tolong pilihkan lensa yang tidak terlalu menggelembung
seperti ini ya?”
Yihuuu… hati saya bersorak. Sepertinya saya tidak capai sia-sia.
Perpanjangan waktunya jadi bertambah sedikit lagi. Tak apa lah. Eh, tapi
kalau ada yang kenal istri saya, tolong jangan bilang-bilang tentang
cerita di artikel ini ya. Pliiisss..