Minggu, 21 April 2013

Softlens, Salah Satu Jenis Lensa Kontak

Softlens, Salah Satu Jenis Lensa Kontak

Lensa kontak lunak, yang kebanyakan masyarakat kita lebih sering menyebutnya softlens, sebenarnya adalah hanya merupakan 1 dari 2 jenis mendasar lensa kontak. Penyebutan softlens (pemendekan dari soft contact lens) sendiri muncul setelah mulai adanya lensa kontak yang dibuat dari bahan polymer khusus yang bertekstur lembut/lunak.
Pada awalnya, lensa kontak memang dibuat dari bahan yang rigid/kaku, yang setelah muncul adanya softlens, maka lensa kontak tersebut sering disebut dengan hard contact lens. Kaca lah material yang dipakai sebagai bahan lensa kontak pada saat awal diperkenalkan, sekitar tahun 1887. Baru pada sekitar tahun 1936, plastik mulai diperkenalkan sebagai bahan pembuatan lensa kontak. Namun hanya bagian pinggir lensa kontak yang menggunakan plastik, sedangkan pada bagian zona optiknya (tengah) masih menggunakan kaca. Pengaplikasian bahan plastik untuk seluruh bagian lensa kontak baru dimulai pada tahun 1946. Plastik jenis PMMA adalah yang paling sering dipakai.
Eksperimen pembuatan soft contact lens baru dilakukan pada akhir - akhir tahun 1950 dengan menggunakan hydroxyethyl methacrylate (HEMA), yaitu sejenis bahan polymer yang dapat mengandung air, yang dibuat oleh Dr. Drahoslav Lim. Bahan ini terus dikembangkan dan masih digunakan sebagai bahan softlens hingga masa sekarang ini.
Softlens, tidak lah berposisi sebagai pengganti hard contact lens, tapi hanya merupakan pelengkap keberadaan lensa kontak. Terbukti hingga saat ini, lensa kontak berbahan rigid/kaku masih tetap dibuat, bahkan terus dikembangkan, sebab ada beberapa keunggulan fungsi yang tidak dapat tergantikan oleh lensa kontak lunak/softlens. Salah satunya adalah kemampuan dalam membentuk ulang (reforming) kontur permukaan kornea, sehingga dipakai dalam proses orthokeratology untuk mengatasi myopia ringan. Lensa kontak kaku juga dapat mengeliminasi efek dari tidak ratanya kontur kelengkungan kornea, misalnya pada kasus astigmatisme irregular yang disebabkan oleh kontur lengkung kornea yang tidak beraturan. Kedua hal tersebut sampai saat ini tidak dapat dilakukan dengan menggunakan softlens.

http://www.optiknisna.info/softlens-salah-satu-jenis-lensa-kontak.html

Softlens Dan Kacamata Lebih Bagus Mana?

Softlens Dan Kacamata Lebih Bagus Mana?

Pertanyaan yang membandingkan ini ternyata masih sering saya terima dari para pengunjung optik saya, terutama pemakai kacamata yang ingin mencoba/beralih ke softlens. Seperti biasa, saya tidak mengemukakan jawaban yang meng-gebyah uyah (menggeneralisir) bahwa softlens lebih bagus dari pada kacamata, atau sebaliknya. Semuanya saya rujukkan pada situasi dan kondisi penanya. Jadi, jawaban yang diterima oleh penanya A belum tentu berlaku untuk penanya B.

Seperti sudah saya tulis di artikel yang ini, kinerja optis lensa kontak (termasuk juga softlens) memang memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan kacamata. Namun ini bukan berarti bahwa softlens merupakan solusi terbaik untuk mengatasi kaburnya penglihatan akibat kelainan refraksi (myopia, hypermetropia, astigmatisme, presbyopia). Penentuan mana yang terbaik, harus mempertimbangkan kondisi yang ada pada penderita kelainan refraksi tersebut.

Softlens akan lebih bagus dari kacamata jika:
  1. Calon pemakai tidak memiliki riwayat alergi, karena dikhawatirkan akan tidak tahan dengan produk-produk kimia yang digunakan dalam perawatan softlens. Jika calon pemakai memiliki riwayat alergi, sebaiknya konsultasikan dahulu dengan dokter spesialis mata, apakah boleh memakai softlens atau tidak.
  2. Belum pernah menjalani operasi mata, terutama yang mengakibatkan perubahan bentuk/kontur kornea. Pemakaian softlens untuk mereka yang pernah menjalani operasi mata sebaiknya sudah mendapat persetujuan dokter yang berkompeten.
  3. Tidak memiliki kelainan bentuk kornea yang terlalu rata/flat (cornea plana) maupun yang terlalu mengerucut (keratoconus). Kedua kelainan bentuk kornea tersebut akan dapat menyebabkan softlens/lensa kontak tidak dapat fit/terpasang secara ideal).
  4. Tidak memiliki kelainan palpebra (kelopak mata) yang mempersulit pemasangan dan pelepasan softlens, atau yang menyebabkan kedudukan softlens tidak ideal.
  5. Tidak bekerja di lingkungan yang berdebu, bersuhu tinggi, atau pun beruap bahan kimia (misalnya di pom bensin, area pengecatan mobil, dll).
  6. Terdapat kasus anisometropia tinggi, yaitu mata kanan dan kiri memerlukan ukuran lensa yang berbeda jauh. Pemakaian softlens dalam kasus ini tentu saja juga harus memenuhi 5 persyaratan di atas.
Jika kelima persyaratan yang disebutkan di atas tidak dapat dipenuhi, maka kacamata akan menjadi solusi yang lebih bagus dari pada softlens. Jika terdapat kasus anisometropia tinggi namun tidak dapat memenuhi kelima persyaratan diatas, maka solusi terbaiknya adalah dengan menjalani operasi LASIK, meskipun untuk itu juga harus memenuhi beberapa persyaratan lagi.

Khusus bagi para pengusaha atau pemilik optik, tentunya akan lebih bagus kacamata dari pada softlens.


http://www.optiknisna.info/softlens-dan-kacamata-lebih-bagus-mana.html
:-D

Soflen Berkadar Air Tinggi Lebih Bagus Mutunya, Anggapan Keliru

Soflen Berkadar Air Tinggi Lebih Bagus Mutunya, Anggapan Keliru

Konvensi:
Soflen, meskipun istilah itu (sejauh yang saya tahu) belum dibakukan secara resmi sebagai pengindonesiaan dari kata softlens, dalam artikel ini (dan mungkin artikel2 selanjutnya) akan saya gunakan sebagai istilah yang bermaksud sama dengan softlens.


Meski belum pernah ada yang menyatakannya secara langsung, sebagian besar pengunjung optik saya yang hendak membeli soflen terkesan punya anggapan seperti itu. Kebanyakan dari mereka selalu membandingkan dan menghindari soflen yang berkadar air kurang dari 50%.

Softlens dibuat dari bahan polymer yang hydrofilic atau dapat mengandung air, bukan bahan aslinya yang mengandung air. Itu berarti bahwa soflen tersebut memiliki pori-pori yang akan menyerap cairan dari tempat di mana dia diletakkan. Yak.. bisa dibilang sifatnya seperti spon/busa. Dengan demikian, soflen yang diinformasikan memiliki kadar air lebih tinggi, tentunya memiliki pori-pori yang akan menyerap cairan lebih banyak dari pada soflen berkadar air lebih rendah. Jadi, jika soflen tersebut diletakkan di mata pemakai, soflen berkadar air lebih tinggi akan menyerap air mata lebih banyak dari pada soflen berkadar air rendah.

Efek dalam pemakaian.
Patut diketahui bahwa lensa kontak (temasuk soflen) yang dipakai sebenarnya tidak benar-benar menempel pada kornea, tapi mengambang pada air mata yang melapisi kornea. Lapisan air mata ini terbentuk/terbarui setiap kali mata berkedip. Soflen disebut terpasang secara ideal jika masih dapat bergeser sejauh ±1 mm setiap kali mata berkedip. Ini untuk memberi kesempatan perbaruan lapisan air mata.
Untuk mempermudah pemahaman penjelasan berikutnya, terlebih dahulu saya ajak anda sedikit bermain-main. Sediakan sebidang kaca apa saja. Boleh gunakan cermin anda. Sediakan juga 1 potongan kecil (1 cm2 cukup) kertas buram dan 1 potongan kecil kertas glossy (atau jenis kertas lain yang lebih tinggi densitasnya). Untuk mendapatkan efek yang lebih tinggi perbedaanya, potongan kertas glossy bisa diganti dengan potongan plastik. Basahi kaca dengan air, taruh ke dua potongan kertas tadi ke atas kaca yang basah tersebut. Sekarang, coba geserkan masing-masing potongan kertas tersebut bergantian. Mana yang lebih mudah digeser?
Ternyata, potongan kertas glossy (atau plastik) yang kemampuannya menyerap cairan lebih sedikit dari pada kertas buram, lebih mudah bergeser dari pada potongan kertas buram. Yang demikian itu berlaku juga pada soflen. Jika dipakai pada mata yang sama, soflen yang berkadar air lebih rendah akan lebih mudah bergerak/bergeser dari pada yang berkadar air lebih tinggi. Artinya, soflen berkadar air lebih rendah kondisinya akan lebih longgar dari pada yang berkadar air lebih tinggi.
Kemampuan mata seseorang dalam menghasilkan air mata, bisa berbeda antara satu dengan yang lain. Ada yang cenderung berlebih, ada yang normal, ada pula yang cenderung kurang. Jika soflen berkadar air rendah dipakai pada mata yang cenderung berlebih air matanya, akan dapat terjadi kondisi soflen yang terlalu longgar sehingga gerakannya berlebihan dan mudah terlepas. Jika soflen yang berkadar air tinggi dipakai pada mata yang cenderung kurang air matanya, akan dapat terjadi kondisi soflen yang terlalu ketat. Ini dapat menyebabkan kornea kekurangan oksigen (hypoxia) dan menyebabkan munculnya pembuluh darah pada kornea (hal yang tidak boleh terjadi).

Pemilihan yang benar.
Cara memilih yang paling efektif adalah dengan mencoba kedua jenis soflen tersebut secara langsung. Ahli Refraksi Optisi yang berkemampuan baik akan dapat menilai pola gerakan soflen yang terpasang.
Opini:
Maraknya penjualan soflen berharga (sangat) murah, cenderung membuat layanan tersebut sangat jarang didapat oleh calon pembeli. Maklum lah, untuk dapat menjual dengan harga sangat murah, tentunya harus mengurangi beberapa unsur biaya yang membebani penjualan. Menurut kelakar teman saya yang ini: “Murah kok njaluk apik”

http://www.optiknisna.info/soflen-berkadar-air-tinggi-lebih-bagus-mutunya-anggapan-keliru.html

Memasang Dan Melepas Softlens

Memasang Dan Melepas Softlens

Pemula pemakai lensa kontak, biasanya agak gugup dan takut-takut ketika pertama kali akan memakai lensa kontaknya. Padahal sebenarnya cukup mudah dan dapat dikuasai dalam waktu yang singkat. Percayalah, ketika satu kali berhasil memakainya, rasa takut-takut itu akan segera menghilang. Biasanya, saya akan memotifasi calon pemakai pemula dengan cara memintanya mencoba menyentuh bolamatanya secara lembut. Tentu saja tangannya harus dipastikan dalam keadaan bersih (cuci tangan dahulu dengan sabun lembut), dan tidak berkuku panjang. Cara itu ternyata cukup efektif untuk mengurangi kegugupan dan ketakutan calon pemakai pemula, sehingga proses belajar pun jadi lebih lancar. Memakai di depan cermin berukuran cukup besar juga akan membantu kelancaran pemakaian.
Langkah - langkah pemasangan :
  • Cuci tangan dengan sabun lembut, pastikan sudah bebas dari lotion, deodoran, atau parfum yang akan bisa merusak softlens atau membuatnya tidak nyaman dipakai. Jika berniat memakai softlens di depan wastafel, sebaiknya tutup dahulu lubang pembuangan di wastafel.
  • Keringkan tangan dan jari - jari. Softlens akan bisa mendatar (terutama yang sangat tipis) jika jari tangan dalam keadaan basah.
  • Ambil satu lensa dari tempatnya, letakkan di ujung jari telunjuk dengan lengkungan lensa menghadap ke atas. Periksa dengan seksama untuk memastikan lensa tidak dalam keadaan terbalik, ada sobekan atau kotoran.
  • Dengan menggunakan jari tengah (tangan yang sama dengan yang dipakai memegang lensa), tarik kelopak mata bagian bawah ke arah bawah.

  • Sambil melirikkan mata ke arah atas hingga bagian putihnya terlihat, letakkan lensa ke bagian putih mata tersebut secara lembut dan perlahan, lalu jauhkan jari telunjuk dari bola mata.

  • Tutup mata pelan-pelan dan kedip-kedipkan sebentar. Lensa akan dengan sendirinya menempatkan diri di tengah kornea.
  • Lakukan dengan cara serupa untuk mata yang satunya lagi.
  • Bisa juga meletakkan lensa langsung ke arah kornea mata.
Langkah - langkah pelepasan :
  • Cuci tangan dengan sabun lembut dan keringkan.
  • Jika mata terasa kering, sebelum pelepasan tetesi mata dengan cairan lubricant (comfort drop).
  • Dengan menggunakan jari telunjuk, geserkan lensa ke arah bawah (ke bagian mata yang putih), lalu ambil lensa (dengan gerakan seperti mencubit secara lembut) dengan menggunakan telunjuk dan ibu jari, dan tarik keluar dari kelopak mata.
Note :
Langkah - langkah pemasangan dan pelepasan softlens di atas merupakan penulisan ulang (dengan sedikit perubahan) dari petunjuk yang ada di dalam brosur iklan X2, softlens buatan Exoticon. Ilustrasi disiapkan sendiri oleh penulis

Seringnya, para pemakai pemula sulit sekali menahan gerakan kelopak mata atas yang secara refleks menutup ketika ada suatu benda mendekati bolamata. Jika terjadi demikian, maka sebaiknya kelopak mata atas juga ditahan dengan telunjuk atau jari tengah tangan kiri. Tekan dengan lembut tepat pada bulu-bulu mata, kemudian tarik ke atas dan tahan. Dengan cara ini, gerak refleks kelopak mata atas akan tertahan dengan sebaik-baiknya.


http://www.optiknisna.info/memasang-dan-melepas-softlens.html

Kurang Benar Pilih Softlens Yang Paling Besar

Kurang Benar Pilih Softlens Yang Paling Besar

Belakangan ini, ketika klinong-klinong (jalan-jalan) di jagat internet untuk mengintip-intip pasaran softlens di kancah penjualan [secara]online, sering kali saya menemukan iklan/penawaran yang berkesan mengunggulkan produk softlens tertentu yang memiliki diameter terbesar dari yang sudah ada. Menurut saya, iklan seperti itu akan menyesatkan para pemakai softlens yang kurang memahami tujuan adanya spesifikasi softlens yang berbeda-beda.

Sebagaimana postur tubuh orang yang berbeda-beda, ukuran organ-organ tubuh antara satu orang dengan yang lainnya tentu juga banyak yang tidak sama. Jangankan dengan orang lain, pada orang yang sama pun kadang ketidaksamaan tersebut juga bisa terjadi. Demikian juga halnya dengan mata. Ukuran diameter kornea, tempat di mana softlens ditempelkan, tiap-tiap orang bisa tidak sama. Karena anatomi kornea ini bentuknya sedikit menggunung/menonjol dari bola mata, maka tentunya akan memiliki kurvatur/kelengkungan yang lebih kecil dari pada kelengkungan bola mata. Berhubung BC (base curve, kelengkungan dasar) softlens pada umumnya didesain dengan merujuk pada kurvatur kornea, maka jika ukuran diameter softlens terlalu melebihi diameter kornea, bagian keliling lingkaran softlens akan lebih banyak menempel di sklera (bagian mata yang nampak berwarna putih), jauh di pinggir kornea, sehingga kedudukannya akan lebih ketat/erat dari yang seharusnya.
gambaran bentuk kornea
Softlens yang kedudukannya terlalu ketat/erat, selain menimbulkan ketidaknyamanan juga dapat mengganggu sirkulasi air mata di antara softlens dan kornea. Kotoran/debris yang terjebak di antara kornea dan softlens akan tidak dapat terbilas. Bahkan bisa membuat kornea kekurangan oksigen.

Karena alasan itulah pemilihan ukuran diameter softlens yang akan dipakai seharusnya juga memperhitungkan ukuran diameter kornea. Pengukuran diameter kornea sebenarnya cukup mudah, yaitu dengan mengukur diameter penampakan arah horisontal dari lingkaran iris (horisontal visible iris diameter). Cukup dengan mistar berskala milimeter.
mengukur diameter kornea
Diameter softlens yang direkomendasikan adalah dari hasil pengukuran tersebut ditambah 2mm. Jadi, memilih softlens semata-mata dengan alasan diamaternya paling besar adalah hal yang tidak benar.

http://www.optiknisna.info/kurang-benar-pilih-softlens-yang-paling-besar.html

Keunggulan Lensa Kontak Dalam Meningkatkan Tajam Penglihatan

Keunggulan Lensa Kontak Dalam Meningkatkan Tajam Penglihatan

Tulisan tentang keunggulan lensa kontak ini sebenarnya sudah dipersiapkan (secara offline) sejak lebih dari 1 bulan yang lalu. Namun kemudian prioritas penyelesaiannya dikalahkan dengan aplikasi/program Sistem Administrasi Optikal yang saya buat dalam waktu hampir bersamaan. Baru sesudah aplikasi tersebut berjalan sesuai dengan yang saya harapkan, tulisan ini pun mendapatkan gilirannya. Sebelum meneruskan kembali penyelesaian tulisan ini, saya sempatkan untuk gogling dengan kata kunci “keunggulan lensa kontak” dan membuka belasan halaman hasil pencarian. Ternyata tidak menemukan tulisan/artikel dalam Bahasa Indonesia yang membahas tentang hal tersebut secara cukup mendalam. Jadi, mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi pengisi ketidakberadaan tersebut.

Di samping beberapa kekurangan yang dimilikinya, lensa kontak memiliki keunggulan yang sangat sulit bisa didapatkan dari kacamata, terutama mengenai kemampuannya dalam memperbaiki tajam penglihatan yang berkurang akibat kelainan refraksi. Beberapa keunggulan yang sangat pantas untuk menjadi bahan pertimbangan dalam memilih metode perbaikan tajam penglihatan tersebut adalah:

  1. Perbesaran/Magnifikasi Yang Sangat Minim.
    Bayangan/image obyek yang dibentuk oleh lensa cembung maupun cekung akan mengalami magnifikasi dari ukuran obyek aslinya. Bayangan akan lebih besar jika magnifikasi tersebut bernilai positif, dan akan lebih kecil jika magnifikasinya bernilai negatif. Besar nilai magnifikasi tersebut berbanding lurus dengan jarak antara lensa ke layar atau ke sistem optis berikutnya (bolamata juga merupakan suatu sistem optis).
    letak soflen dan kacamata
    Posisi lensa kontak dan efeknya sebagaimana digambarkan pada ilustrasi di atas membuat fenomena anisokonia (perbedaan ukuran bayangan pada retina mata kanan dan retina mata kiri) yang terjadi pada pemakaian lensa yang berbeda ukuran antara mata kanan dan kiri juga menjadi sangat minimal. Keuntungan dari ini adalah: Penderita anisometropia tinggi (mata kanan dan kiri membutuhkan lensa koreksi yang sangat jauh berbeda) dapat memakai lensa kontak yang ukuran dioptrinya berbeda jauh (>3.00 dioptri) untuk mata kanan dan kiri. Untuk pemakaian kacamata, kasus anisometropia seperti itu tentu membutuhkan penanganan khusus.
  2. Mampu Mengkoreksi Irregular Astigmatism (Silindris Tak Beraturan).
    Ini hanya berlaku pada lensa kontak kaku (rigid), bukan pada soflen. Juga hanya pada astigmat ireguler yang terjadi karena ketidakberaturan kontur kornea, bukan oleh astigmat internal. Untuk mengetahui astigmat/silindris yang terjadi disebabkan oleh faktor kornea atau faktor internal bolamata, membutuhkan pemeriksaan kontur kornea. Refraksionis Optisien yang berpengetahuan cukup pasti akan mampu melakukannya, asal di optikalnya tersedia (minimal) keratometer dan slitlamp.
    Sebagaimana tergambarkan pada ilustrasi di atas, sebenarnya lensa kontak tidak menempel secara ketat atau bersentuhan langsung pada kornea, tetapi mengambang pada molekul-molekul air mata yang membentuk lapisan tipis airmata (tearfilm). Lapisan air mata ini akan mengisi relung-relung pada permukaan kornea dan berlaku seakan-akan merupakan lensa tambahan yang berada diantara kornea dan lensa kontak. “Lensa tambahan” inilah yang akan mengkoreksi astigmat ireguler tersebut. Bukan hanya pada kasus astigmat iregular saja lensa kontak ini mampu memberikan keuntungan, tapi juga pada kasus astigmat reguler. Jika silindris korneanya cukup kecil (tidak lebih dari 0,5), akan dapat terkoreksi oleh lensa kontak ini, meskipun lensa kontak yang dipakai tidak berukuran silindris. Pada kasus astigmat ireguler pun ada hal-hal yang membuatnya tidak dapat terkoreksi oleh lensa kontak, yaitu ketika lapisan airmata tidak mampu mengisi celah antara kornea dengan lensa kontak secara optimal.
  3. Lapang Pandang Yang Lebih Luas.
    Karena letaknya yang menempel ke kornea dan mengikuti gerakan bolamata, garis/sumbu pandang bolamata akan selalu tepat pada pusat optik lensa sehingga membuat pemakai lensa kontak tetap mendapatkan penglihatan yang tajam dan jelas saat mata melirik ke segala penjuru. Sensasi kebebasan memandang ini tidak dapat diperoleh dari pemakaian kacamata, terutama jika ukuran dioptri lensanya sudah tinggi (>6.00 D). Pemakai kacamata ber-dioptri tinggi akan merasakan penglihatan yang lebih kabur pada saat melirik ke kanan atau ke kiri. Ini terjadi karena lensa kacamata terpasang menetap/mati sehingga pada saat mata melirik, garis/sumbu pandang mata menjadi lepas/bergeser dari pusat optik lensa. Jadi, ketajaman penglihatan yang optimum pada kacamata hanya didapat pada saat memandang lurus saja.
Mungkin keunggulan terakhir ini yang membuat banyak bapak-bapak tetap memakai kacamata, tidak beralih ke lensa kontak, meskipun minusnya cukup tinggi. Kenapa? Karena dilarang oleh istrinya.


http://www.optiknisna.info/keunggulan-lensa-kontak-dalam-meningkatkan-tajam-penglihatan.html

:-D

Jika Softlens Sudah Nyaman Jangan Ganti Sembarangan

Jika Softlens Sudah Nyaman Jangan Ganti Sembarangan

Sulit dipungkiri bahwa kebanyakan para [wanita]pemakai softlens lebih dipengaruhi oleh tampilan warna/coraknya ketika memilih-milih softlens yang akan dibelinya. Padahal, sebenarnya ada hal lain yang lebih penting untuk diperhatikan, karena jika diabaikan, bukan hanya bisa menyebabkan softlens kurang nyaman dipakai, tapi bisa jadi malah akan merugikan kesehatan mata. Bahkan, bisa sangat serius dan membutuhkan penanganan intensif dari dokter spesialis.

Beberapa tahun belakangan ini, peredaran softlens ke konsumen sebagian sudah jatuh ke tangan orang-orang yang tidak memiliki kompetensi di bidang kesehatan penglihatan, sehingga softlens pun hanya dianggap sebagai barang bebas, bukan bagian dari layanan kesehatan penglihatan. Akibatnya, softlens pun dijual seperti menjual baju, dengan tanpa memperhitungkan nilai layanan yang seharusnya menyertai dalam pelayanan softlens, karena orang-orang itu memang tidak memberikannya. Padahal, biasanya di kemasan/box softlens sudah ada peringatan:
peringatan pelayanan softlens
Yang demikian itu membuat pengusaha/praktisi optik profesional akhirnya terpaksa menyesuaikan diri dengan kenyataan bahwa softlens sudah dijual dengan sangat murah. Padahal, selain nilai harga softlens, pengusaha optik juga harus memperhitungkan biaya untuk menyediakan tenaga / SDM yang sudah mendapatkan pendidikan khusus supaya mampu memberikan layanan softlens dengan sebaik-baiknya, menentukan softlens yang paling sesuai dengan sifat/kondisi mata calon pemakai, termasuk memberikan konseling dalam pemakaian dan perawatan softlens. Akhirnya, supaya tetap bisa bersaing dengan penjual softlens biasa, komponen jasa/layanan yang biayanya dianggap membebani harga jual pun dipangkas. Konsumen dibiarkan memilih dan menentukan sendiri softlens yang akan dipakainya tanpa bimbingan yang benar. Dengan demikian konsumen pun juga dibiarkan menanggung sendiri resiko jika terjadi kesalahan pemilihan softlens maupun produk2 pendukungnya. Padahal resiko tersebut bisa saja cukup fatal. Tapi, ya mau bagaimana lagi.. Konsumen mengejar harga semurah-murahnya, di sisi lain, pengusaha optikal juga tidak mau rugi. Begitulah yang terjadi sekarang ini..

Dengan adanya kondisi seperti yang dipaparkan tadi, para pemakai softlens saat ini mau tidak mau harus membekali diri dengan pengetahuan yang cukup dalam memilih dan merawat softlens yang akan dipakainya. Jika tidak, resiko akibat salah pilih dan salah penanganan softlens akan mengancam. Kemudian, jika sudah mendapatkan softlens yang pas dan nyaman dipakai, catat dan simpan baik-baik data spesifikasi softlens tersebut. Cari data-data tersebut pada box/kemasan softlens. Jika tidak tertulis pada box-nya, cari pada blisternya (kemasan dalam yang berisi softlens).
data spesifikasi softlens
Data-data tersebut berguna sebagai pedoman jika anda berniat untuk mengganti softlens anda dengan softlens produk/merek yang lain lagi. Jadi, sebaiknya memang tidak sembarangan berganti softlens. Jangan asal suka dengan corak/warnanya saja. Mengapa begitu? Karena kenyamanan pemakaian softlens ditentukan oleh kecocokan spesifikasi softlens dengan sifat/kondisi mata pemakainya, yaitu diameter kornea, lengkung kornea dan keadaan air matanya. Oleh sebab itu, apabila mata anda sudah merasa sangat nyaman dengan softlens tertentu, usahakan untuk selalu mendapatkan softlens dengan spesifikasi yang sama dengan softlens tersebut, meskipun berbeda merek/produk.

Bisakah dikompromikan lagi dengan spesifikasi softlens yang tidak sama persis? Bisa. Tapi tidak sembarangan juga. Ada hal-hal yang harus diikuti.
  1. Nilai perbedaannya tidak terlalu jauh.
  2. Jika kadar air softlens pengganti lebih rendah dari pada yang akan diganti, maka diameter softlens pengganti tersebut harus lebih besar. Jika diameternya sama, maka Base Curve (BC) softlens pengganti harus lebih kecil.
  3. Jika kadar air softlens pengganti lebih tinggi dari pada yang akan diganti, maka diameter softlens pengganti harus lebih kecil. Jika diameternya sama, maka BC softlens pengganti harus lebih besar.
  4. Jika diameter softlens pengganti lebih kecil dari pada yang akan diganti, maka kadar air softlens pengganti harus lebih tinggi. Jika kadar airnya sama, maka BC softlens pengganti harus lebih kecil.
  5. Jika diameter softlens pengganti lebih besar dari pada yang akan diganti, maka kadar air softlens pengganti harus lebih rendah. Jika kadar airnya sama, maka BC softlens pengganti harus lebih besar.
  6. Jika BC softlens pengganti lebih kecil dari pada yang akan diganti, maka kadar air softlens pengganti harus lebih rendah. Jika kadar airnya sama, maka diameter softlens pengganti harus lebih kecil.
  7. Jika BC softlens pengganti lebih besar dari pada yang akan diganti, maka kadar air softlens pengganti harus lebih tinggi. Jika kadar airnya sama, maka diameter softlens pengganti harus lebih besar.
Jika masih bingung dengan 7 hal di atas, paling afdol memang dengan mencoba softlensnya langsung, dengan disertai bimbingan dari praktisi optik yang benar-benar mengerti tentang softlens. Mungkin anda memang tidak mendapat harga yang murah, tapi silahkan renungkan hal ini: Meskipun anda berusaha memperkenalkan barang murah kepada mata anda, jika sampai terjadi apa-apa, mata anda tetap meminta yang mahal..

http://www.optiknisna.info/jika-softlens-sudah-nyaman-jangan-ganti-sembarangan.html

Hindari Tertukar, Simpan Softlens Dengan Benar

Hindari Tertukar, Simpan Softlens Dengan Benar

Lensa kontak/softlens tertukar (yang dimaksud, antara untuk mata kanan dan kiri, bukan antar pemilik :-) ) tidak akan terasa berpengaruh bagi pemakai softlens tak berukuran maupun yang berukuran sama untuk mata kanan dan kiri. Kemungkinan untuk tertukar pun sebenarnya sudah diantisipasi dengan pemberian tanda pada wadah penyimpan lensa kontak yang biasanya disertakan pada saat pembeliannya.wadah lensa kontak
Tanda itu bisa berupa letter R (right) dan L (left) di kedua tutup, letter R atau L di salah satu tutup, bahkan ada juga pembedaan warna tutup dan dikombinasikan dengan letter penanda. Namun, faktor kesalahan manusia tetap saja masih membuat kemungkinan untuk tertukar itu tetap ada.
Tips - tips berikut ini bukan sekedar untuk menghindar dari kejadian lensa kontak tertukar, tapi juga untuk menjaga agar lensa kontak tetap nyaman dan aman dipakai.
  1. Untuk pemakai lensa kontak yang berbeda ukuran, sedapat mungkin gunakan wadah penyimpan lensa kontak yang memiliki tanda yang jelas dan mudah untuk membedakan kanan dan kirinya. Wadah penyimpan yang berbeda warna penutupnya serta memiliki letter penanda, bisa jadi pilihan tepat.
  2. Wadah penyimpan yang masih baru, sebaiknya dicuci dengan air hangat dan sabun terlebih dahulu sebelum dipergunakan. Setelah dikeringkan, bilas dengan cara mengisinya dengan larutan perendam softlens, tutup dengan rapat, lalu kocok - kocok. Selanjutnya buang larutan yang diisikan tadi, terus isi kembali. Wadah tersebut sudah siap untuk menyimpan lensa k
http://www.optiknisna.info/hindari-tertukar-simpan-softlens-dengan-benar.html

Dioptri Lensa Kontak Tidak Selalu Lebih Kecil Dari Kacamata

Dioptri Lensa Kontak Tidak Selalu Lebih Kecil Dari Kacamata

“Mas, ada lensa kontak yang ukuran plus nggak?” suara merdu seorang wanita langsung menyusul bunyi “ting.. tong” dari bel yang bersuara setiap kali pintu optik saya terbuka atau tertutup. Sebenarnya saya tidak punya persediaan softlens berukuran plus, tapi penampilan wanita yang masih terlalu muda untuk mengalami presbyopia itu membuat mata dan hati saya (semoga istri saya tidak membaca artikel ini :-) ) memprovokasi pemikiran sehingga tersusunlah jawaban yang terkombinasi dengan pertanyaan: “Jarang sekali yang punya stok softlens berukuran plus, Mbak. Memangnya kacamata njenengan (anda) berukuran plus ya? Butuh softlens yang plus berapa?” Ia juga ikut-ikutan menjawab sekaligus bertanya: “Iya, kacamata saya ukuran +2,50 yang kanan, kirinya +3,00. Jadi saya butuh lensa kontak +2,25 dan +2,75. Dari ukuran kacamata harus dikurangi 0,25 kan?” Saya tersenyum (dimanis-manisin). Ihuiiyyy.. dia sendiri yang membuka peluang perpanjangan waktu.
Hmm.. ternyata ia mencari lensa kontak untuk mengatasi hipermetropia yang dialaminya. Bukan soal itu yang mau saya jadikan topik untuk berlama-lama dengannya, tapi soal ukuran lensa kontak yang katanya harus dikurangi 0,25 itu. Saya pun menjawab pertanyaannya dengan pertanyaan juga: “Lha, kata siapa ukuran lensa kontak harus kurang 0,25 dari kacamata?” “Ya kata orang-orang di optik yang tadi saya datangi itu,” kepalanya sambil sedikit menoleh mengekspresikan arah di mana optik yang barusan didatanginya. Vwheee… lagi-lagi saya menemui salah kaprah yang terjadi di kalangan praktisi optikal amatir. Keinginan saya untuk berpanjang-panjang waktu dengannya pun kesampaian, sampai kecapaian malah (ih, jangan mikir yang enggak2 ya).
“Mbak, perubahan ukuran dioptri lensa kacamata untuk diaplikasikan ke lensa kontak itu dilakukan berdasarkan perhitungan tertentu untuk mengkompensasi jarak lensa ke kornea yang menjadi 0. Lensa yang ada pada kacamata (juga trial frame yang dipakai untuk pemeriksaan refraksi mata) kan terpasang pada jarak tertentu terhadap kornea mata, sementara lensa kontak terpasang menempel pada kornea mata. Perubahan jarak itu harus dikompensasi dengan cara merubah ukuran dioptri. Mengapa harus begitu? Karena jika letak lensa digeser mendekat atau menjauh terhadap kornea, letak fokus yang dihasilkan dari pembiasan dalam bolamata juga akan mendekat atau menjauh terhadap retina.” Wanita itu manggut-manggut (mengangguk-angguk). Pesonanya membuat saya mencari alasan untuk lebih mendekat: “Coba Mbak perhatikan ilustrasi ini.” Saya pun corat-coret pada sehelai kertas. Versi layak tayangnya seperti ini:
efek perubahan jarak lensa ke kornea

“Perubahan letak titik fokus di retina yang disebabkan oleh perubahan letak lensa bisa diatasi dengan merubah ukuran dioptri lensa”. “Mmm.. berarti dengan cara mengurangi itu ya?” ia menyela. Saya tersenyum lagi, kali ini tidak dimanis-manisin. “Merubah itu bisa dengan mengurangi atau menambah Mbak, untuk lensa berdioptri minus memang dengan cara mengurangi tapi untuk yang berdioptri plus justru dengan cara menambah.” Roman mukanya berubah sedikit serius: “Lho, kok bisa gitu?” Kepenasarannya menyemangati saya. Setelah meneguk air putih (tentu permisi dulu lah, biar sopan) untuk melemaskan tenggorokan yang mulai mengering, saya pun melanjutkan:
“Untuk diketahui, mengurangi ukuran dioptri lensa minus akan memperpendek jarak fokusnya, tapi mengurangi ukuran dioptri lensa plus justru akan memperpanjang jarak fokusnya.” Keseriusan di wajahnya belum mengendor, pertanda kepenasaran masih merundungnya. “Terus..terus..,” ia tak tahan juga.
Kembali saya sodorkan corat-coret ilustrasi yang sebelumnya sudah saya perlihatkan. “Begini, pada saat lensa didekatkan sampai jarak 0 terhadap kornea, titik fokus pembiasan dalam bolamata kan jadi mundur ke belakang retina. Cara untuk membuatnya maju dan kembali tepat pada retina adalah dengan mengurangi panjang fokusnya. Jika lensa yang didekatkan ke kornea adalah lensa minus, berarti harus dilakukan dengan mengurangi ukuran dioptri minusnya. Tapi, jika lensa yang didekatkan ke kornea adalah lensa plus, mengurangi ukuran dioptri plusnya justru akan memperpanjang jarak fokus sehingga titik fokus pembiasan dalam bolamata menjadi lebih jauh lagi di belakang retina. Jadi, untuk kasus lensa plus ini justru dilakukan dengan menambah ukuran dioptri plusnya agar jarak fokus semakin pendek/maju dan kembali tepat pada retina.”
“Mm.. ya..ya..ya..,” kembali ia mengangguk-anggukan kepalanya. Duuhh..
“Berarti saya harus cari yang ukuran +2,75 dan +3,25 ya? Kan harus ditambah 0,25?” lanjutnya.
“Sebenarnya, nilai perubahan ukuran itu ditentukan dengan perhitungan khusus Mbak. Kita harus menentukan efektif power lensa yang variabelnya lebih sering dipengaruhi oleh ukuran dioptri lensa kacamata (atau hasil pemeriksaan refraksi subyektif) dan jarak lensa kacamata terhadap kornea. Jadi, perubahannya tidak selalu 0,25. Semakin tinggi ukuran dioptri lensa, nilai perubahannya juga akan semakin tinggi.” Saya berhenti sejenak. Wanita itu masih tetap diam memperhatikan, tapi wajahnya sudah tidak begitu dironai keseriusan. Sepertinya gantian wajah saya yang mulai dironai kelelahan. Tapi saya tetap melanjutkan. “Biasanya, optikal yang baik akan memiliki semacam tabel konversi yang bisa digunakan untuk menentukan ukuran dioptri lensa kontak untuk pasiennya. Jika tidak, praktisi optikal yang bersertifikat dan memiliki ijasah D3 Refraksi Optisi juga telah memiliki bekal yang cukup untuk menghitung ukuran lensa kontak tersebut.”
“Lalu, berapa ukuran lensa kontak yang harus saya pakai?” Pertanyaan wanita itu membuat saya merasa bahwa ini sudah hampir berakhir.
“Berdasarkan perhitungan saya, untuk yang kanan nilainya sedikit di atas +2,50 tapi jauh kurang dari +2,75, yang kiri sedikit di atas +3,00 tapi juga masih jauh kurang dari +3,25. Ukuran lensa kontak yang umum beredar di pasaran memiliki step ukuran 0,25 dan 0,50. Jadi kalu Mbak menginginkan yang itu, ambil softlens yang +2,50 dan +3,00. Tapi kalau menginginkan ukuran yang eksak sesuai tabel atau perhitungan, njenengan harus memesannya secara khusus yang mana memerlukan waktu dan biaya yang jauh lebih besar.”
“Oke,” ia mengambil keputusan. “Saya ambil yang +2,50 dan +3,00 saja. Ada?” Tueenggg!!
“Aduh.. maaf Mbak. Kan di awal sudah saya sampaikan kalau softlens yang berukuran plus itu jarang yang menyediakan. Kebetulan saya juga termasuk di dalamnya.”
“Waahh.. saya kira punya. Tapi memang agak susah ya nyari softlens berukuran plus. Baiklah, sepertinya saya teruskan pakai kacamata saja dahulu. Tapi tolong pilihkan lensa yang tidak terlalu menggelembung seperti ini ya?”
Yihuuu… hati saya bersorak. Sepertinya saya tidak capai sia-sia. Perpanjangan waktunya jadi bertambah sedikit lagi. Tak apa lah. Eh, tapi kalau ada yang kenal istri saya, tolong jangan bilang-bilang tentang cerita di artikel ini ya. Pliiisss..

Diameter Softlens Yang Berbeda-beda Apa Pengaruhnya?

Diameter Softlens Yang Berbeda-beda Apa Pengaruhnya?

Sudah beberapa kali ada pengunjung optik saya yang menanyakan softlens yang berdiameter lebih besar dari yang sudah mereka pakai. Mereka beranggapan, dengan soflen yang diameternya lebih besar akan mendapatkan tampilan iris mata yang lebih besar dari sebelumnya. Benarkah begitu? Ooo… tiidaaakk.. (jadi inget iklan salah satu merek bumbu masak pada jaman dulu). Coba perhatikan ilustrasi di bawah ini:
gambar iris pada softlens
Di ilustrasi soflen yang sebelah kiri mempunyai gambar iris yang berdiameter lebih besar dari pada soflen yang kanan, meskipun soflen yang sebelah kiri tersebut diameternya lebih kecil dari pada yang kanan. Jadi jelas kan bahwa yang membuat lingkaran iris di mata bisa nampak lebih besar dari aslinya adalah diameter gambar iris pada soflen, bukan diameter soflennya. Lalu, apa sebenarnya pengaruh dari diameter soflen yang berbeda-beda itu? Pembuatan soflen dengan diameter yang berbeda-beda, sejatinya ditujukan untuk memberi ruang pilih atas kondisi pemasangan soflen yang bisa berbeda-beda pada tiap-tiap orang. Maksudnya begini, soflen yang terpasang dalam kondisi ideal (tidak longgar atau ketat) di mata seseorang, bisa jadi akan terpasang dalam kondisi longgar di mata orang lain, atau malah bisa juga terpasang dalam kondisi ketat di mata orang yang lainnya lagi. Kondisi fitting/pemasangan soflen yang berbeda-beda itu karena dipengaruhi oleh ketidaksamaan kontur kelengkungan kornea, bolamata, dan juga produksi airmata pada tiap-tiap orang.

Untuk mendapatkan softlens yang bisa fit secara ideal pada mata, sebenarnya ada 3 parameter yang akan memberi ruang pilih kepada calon pemakai softlens, yaitu Base Curve, kadar air, dan diameter. Nilai ketiga parameter itu biasanya bisa dilihat di kotak kemasan soflen.
petunjuk parameter softlens
Base Curve merupakan parameter yang menunjukkan kelengkungan dasar dari soflen, umumnya dalam satuan milimeter. Semakin kecil nilai BCnya, fitting soflen akan semakin ketat. Namun sayangnya, pilihan Base Curve soflen yang beredar (terutama di Indonesia) saat ini sudah sangat terbatas atau mungkin bisa dibilang tidak ada. Kebanyakan hanya menyediakan BC 8,6mm saja. Kadar air pada soflen ditunjukkan dalam prosentase. Pengaruh kadar air dalam fitting soflen sudah kita bahas di artikel yang ini. Diameter soflen yang pada umumnya dibuat lebih besar dari pada diameter kornea juga ditunjukkan dalam satuan milimeter. Berbeda dengan Base Curve, diameter soflen yang lebih kecil akan membuat kondisi fitting yang lebih longgar (tentunya jika parameter yang lainnya sama). Kenapa bisa terbalik begitu? Ilustrasi berikut ini akan membantu menjelaskan.
pengaruh diameter soflen
Jika dilihat dengan seksama, bentuk kornea mata sebenarnya lebih menonjol atau menggunung dibanding area sekitarnya. Oleh karena bentuk kornea yang seperti inilah maka soflen bisa terpasang dan tidak mudah lepas/bergeser. Meski begitu, soflen disebut terpasang dalam kondisi ideal jika masih mampu sedikit bergeser (terjadi pada saat mata berkedip) untuk membuat lapisan airmata yang berada di antara kornea dan soflen sedikit “terpompa” keluar dan diganti oleh lapisan airmata baru. Pergantian lapisan airmata ini sangat diperlukan untuk membantu suplai oksigen ke kornea. Di samping itu juga berguna untuk proses pembersihan kornea dari debris/kotoran yang terjebak di antara kornea dan soflen. Bentuk kornea yang lebih menonjol ini juga membuat keliling lingkaran soflen yang terlalu besar diamternya menjadi terletak lebih dekat/mepet ke sklera (area di sekitar kornea). Soflen pun menjadi terpasang dalam keadaan lebih ketat/seret dan bisa menghambat pertukaran lapisan airmata.

Jadi, memilih soflen secara benar mestinya bukan hanya didasari oleh sekedar kesukaan terhadap pola warnanya saja atau juga karena harganya yang lebih murah. Salah pilih bisa berakibat sangat merugikan terhadap kesehatan bolamata, khususnya kornea.

http://www.optiknisna.info/diameter-softlens-yang-berbeda-beda-apa-pengaruhnya.html

Agar Awet Muda, Pakai Softlens Dengan Ukuran Berbeda

Agar Awet Muda, Pakai Softlens Dengan Ukuran Berbeda

Softlens bisa membuat awet muda? Ada-ada saja. Mungkin begitu yang anda pikirkan. Memang, lensa buatan yang pemakaiannya dengan ditempelkan ke kornea mata itu tidak bisa membuat awet muda. Tapi ia bisa membuat (tampak) awet muda lho. Aha.. berarti ini untuk yang tua-tua ya? Mmm..he..he..he.. Tampak awet muda kan berarti sebenarnya sudah tidak muda. :-)
Tulisan ini sejatinya akan membahas mengenai teknik monovision yang merupakan salah satu cara dalam mengatasi presbyopia, yang biasanya akan mulai dialami oleh mereka yang usianya sudah berkepala 4. Terdapat 3 metode yang umum digunakan dalam penerapan teknik monovision, yaitu:
  1. Dengan menggunakan kacamata (sekarang sepertinya sudah ditinggalkan).
  2. Dengan menggunakan lensa kontak.
  3. Dengan operasi (Lasik atau semacamnya).
Kita hanya akan membahas yang nomer 2, karena metode ini sepertinya yang paling mudah untuk dilakukan. Mengapa? Karena sekarang ini softlens (yang merupakan salah satu jenis lensa kontak) sudah sangat memasyarakat di Indonesia, terutama bagi kalangan muda. Kemudian, karena di Indonesia saat ini masih sulit untuk mendapatkan softlens dengan ukuran plus, maka kita juga hanya akan membahas monovision untuk penyandang presbyopia yang juga penyandang myopia (terutama yang -1,00 atau lebih tinggi). Lhoh.. Mengapa [lagi]? Karena kalau untuk yang bukan penyandang myopia, akan membutuhkan softlens berukuran plus yang sulit didapatkan.

Untuk menerapkan teknik monovision ini, pada saat pemeriksaan mata, mintalah petugas optik untuk memeriksa dan mengetahui mata dominan anda. Nantinya, mata yang dominan akan diset sebagai mata untuk penglihatan jauh, jadi akan dipasangi softlens yang berukuran untuk melihat jauh. Sedangkan mata yang tidak dominan, akan diset sebagai mata untuk penglihatan dekat (misalnya: baca buku, melihat ke monitor komputer, melihat ke layar ponsel), jadi akan dipasangi softlens yang berukuran untuk melihat dekat. Ukuran untuk melihat dekat ini bisa didapat dengan formula perhitungan:


Sph + Add


Misalnya, dari hasil pemeriksaan refraksi mata anda, didapat catatan ukuran seperti ini:
catatan hasil pemeriksaan refraksi
Berarti ukuran untuk melihat dekatnya adalah:
R -2,00 + 1,00 = -1,00
L -1,50 + 1,00 = -0,50


Jika mata dominan anda adalah mata kanan, maka pakailah softlens berukuran -2,00 pada mata kanan, dan pada mata kiri pakailah softlens berukuran -0,50.
Jika mata kiri yang dominan, berarti mata kiri mestinya dipasangi softlens berukuran -1,50, dan mata kanan dipasangi ukuran -1,00.

Pada saat melihat ke arah jauh, mata yang memakai softlens dengan ukuran untuk melihat jauh akan memberi penglihatan yang lebih jelas dari pada yang sebelahnya, namun sebaliknya, pada saat melihat ke arah dekat (misalnya membaca sms di layar ponsel), mata yang dipasangi softlens dengan ukuran untuk melihat dekat akan memberi penglihatan yang lebih jelas dari pada mata yang sebelahnya. Kondisi tersebut pada awalnya mungkin akan terasa sangat tidak nyaman, karena kedalaman persepsi penglihatan jadi agak terganggu. Namun lama kelamaan (biasanya 1 s/d 2 minggu) akan jadi terbiasa. Beberapa orang bahkan merasa sangat cocok dan terkesan dengan teknik ini. Jika sampai 3 minggu lebih anda tetap merasa tidak nyaman, berarti memang anda tidak cocok dengan teknik monovision ini.

Memang tidak semua orang dapat menerapkan teknik tersebut. Orang-orang yang dalam pekerjaannya sedang sangat membutuhkan ketajaman penglihatan yang optimal (misalnya sedang mengemudikan pesawat terbang, mobil, dan sebagainya), tidak disarankan untuk menggunakan teknik ini. Orang-orang yang sedang mengajar, para pengacara, hakim, jaksa di ruang sidang, resepsionis hotel, mungkin akan sangat cocok dengan teknik ini.

Lalu, bagian mana yang disebut membuat tampak awet muda? Ya karena tidak usah memakai kacamata untuk dapat membaca jarak dekat. Orang yang sudah tua (dan mengalami presbyopia) kan kebanyakan harus memakai kacamata untuk dapat membaca (jarak dekat) dengan jelas.

http://www.optiknisna.info/agar-awet-muda-pakai-softlens-dengan-ukuran-berbeda.html

Strabismus, Pandangan Tak Bisa Lurus

Strabismus, Pandangan Tak Bisa Lurus

Mata juling, kero.. demikian masyarakat umum menyebutnya. Strabismus adalah keadaan di mana garis pandang kedua bolamata tidak dapat searah tertuju ke satu titik obyek. Jadi, jika garis pandang salah satu mata dapat tepat ke satu titik obyek, garis pandang mata yang satunya lagi meleset dari titik obyek. Padahal, untuk mendapatkan kedalaman persepsi (mudahnya: efek 3 dimensi) yang sempurna atas suatu benda yang dilihat, dibutuhkan gabungan informasi dari penglihatan mata kanan dan mata kiri. Kedua informasi tersebut akan difusikan diotak hingga diperoleh kesan 3 dimensi dari obyek tersebut.
penglihatan dengan dua mata
Jika salah satu mata gagal memberikan informasi yang benar, maka kedalaman persepsi penglihatan akan menjadi tidak sempurna. Selain itu, strabismus juga dapat mengakibatkan gejala diplopia (melihat obyek jadi nampak ganda atau berbayang) dan menimbulkan keluhan pusing. Ini biasanya terjadi pada orang dewasa, di mana mata sudah tidak mampu beradaptasi dan mengabaikan ketidak samaan informasi yang diterima dari mata kanan dan kiri. Pada anak - anak yang menderita strabismus, otak akan mengabaikan ketidak seragaman informasi tersebut, dan memproses informasi dari salah satu mata yang masih baik. Ini membuat mereka tidak memiliki kedalaman persepsi penglihatan yang bagus, tapi tidak ada keluhan pandangannya nampak dobel/berbayang maupun pusing.
Penyebab
Penyebab juling yang pasti belum seluruhnya diketahui. Pada umumnya, strabismus disebabkan oleh ketidak seimbangan kerja otot - otot yang memegang dan menggerakkan bolamata. Bolamata kita, dipegang dan digerakkan oleh 6 otot. 2 otot untuk menggerakan dalam arah horisontal, 2 otot untuk vertikal, dan 2 otot lagi untuk memutar. Pada saat mata melihat ke satu titik obyek, diperlukan keserempakan kerja keenam otot tersebut agar kedua bolamata dapat mengarah ke satu titik.
Pada dasarnya, dikenal 2 jenis strabismus, yaitu strabismus laten (tersembunyi) dan strabismus manifes (nyata, tampak). Strabismus laten, sesuai dengan penyebutannya, deviasi/penyimpangan sumbu penglihatannya tidak akan terlihat begitu saja oleh orang lain. Sedangkan strabismus manifes, dapat ditengarai dengan tidak seragamnya posisi lingkaran hitam di kedua bolamata.
mata juling
Strabismus laten dapat diketahui dengan satu pemeriksaan sederhana, yang disebut dengan cover test. Caranya, pemeriksa dan yang diperiksa saling berhadapan sejarak jangkauan tangan. Atur posisi agar yang diperiksa masih dapat melihat jauh kedepan melewati samping kepala pemeriksa. Jadi, posisi pemeriksa berada agak di sebelah kanan (atau kiri) yang diperiksa. Lalu, yang diperiksa diminta untuk melihat lurus jauh di belakang pemeriksa, sementara pemeriksa menutup sebelah mata yang diperiksa (mata yang paling dekat dengan pemeriksa) dengan telapak tangannya (tidak perlu sampai menempel di wajah yang diperiksa). Kemudian buka secara tiba - tiba dan perhatikan mata yang baru saja ditutup tersebut dengan seksama. Bila nampak ada gerakan bolamata yang bergulir ke arah horisontal atau vertikal, berarti yang diperiksa tersebut menderita strabismus laten.
Penanganan
Kasus strabismus dapat ditolong dengan pemberian kacamata berlensa prisma. Selain itu juga dapat ditangani dengan tindakan operasi untuk memperbaiki keseimbangan otot pemegang bolamata. Pada beberapa kasus, bisa diperlukan tindakan penutupan sebelah mata (sementara) untuk mencegah terjadinya ambliopia.

http://www.optiknisna.info/strabismus-memandang-tak-bisa-lurus.html

Snellen Chart Dan Optotip Murahan Tidak Layak Diandalkan

Snellen Chart Dan Optotip Murahan Tidak Layak Diandalkan

Semakin bertambahnya pelaku usaha yang memasuki ranah optikal, ternyata belum diimbangi dengan ketersediaan tenaga ahli yang memiliki pengetahuan memadai di bidang refraksi optisi. Ini menyebabkan masih adanya beberapa (baca: banyak) optik yang menggunakan optotip atau snellen chart yang dibuat secara asal-asalan. Disebut asal-asalan, karena optotip murahan itu dibuat dengan tanpa memperhatikan kaidah atau aturan yang harus dipenuhi dalam pembuatan huruf-huruf atau lambang-lambang yang menjadi obyek tesnya. Padahal, meskipun banyak optikal yang sudah membanggakan diri dengan tag PERIKSA MATA DENGAN KOMPUTER yang sebenarnya autorefraktometer itu, optotip tetap dibutuhkan untuk prosedur akhir dari pemeriksaan refraksi mata (tentang hal ini silahkan baca artikel yang ini).
Sedikit mengulang isi artikel ini, huruf-huruf atau lambang-lambang yang menjadi obyek tes pada optotip harus dibuat sedemikian rupa sehingga ia dapat memberikan sudut penglihatan sentral sebesar 5′ di dalam system optis bolamata. Namun, hanya mata normal yang memiliki sudut penglihatan sentral sebesar 1′ yang akan mampu melihatnya dengan jelas. Artinya, ukuran (tinggi dan atau lebar) huruf/lambang harus mampu memberikan sudut penglihatan sentral sebesar 5′, sedangkan detail (stroke/coretan/tebal dan celahnya) huruf/lambang harus dibuat agar hanya memberikan sudut penglihatan sentral sebesar 1′. Berdasarkan kaidah itu, jika misalnya tinggi huruf adalah 40mm (tinggi huruf selalu menjadi acuan, karena optotip ada yang menganut perbandingan 5:5 dan 5:4 untuk ukuran tinggi dan lebar huruf/lambangnya), maka detailnya harus konsisten dengan ukuran 1/5 dari tinggi huruf/lambang tersebut. Jadi, bentuk coretan dan celah huruf/lambang tidak boleh seperti kaligrafi yang tebal tipisnya bervariasi. Sekarang, coba lihat gambar foto sebagian dari snellen chart murahan di bawah ini:
snellen chart murahan
Anda bisa melihat bahwa detail huruf-hurufnya nampak belepotan, ada bagian yang lebih tebal dari pada bagian yang lain. Jika masih kurang mudah untuk mengetahui ketidakberesan snellen chart pada foto di atas, silahkan bandingkan dengan bentuk dan detail huruf yang lebih konsisten di bawah ini:
detail huruf optotip yang baik
Pemeriksaan dengan menggunakan optotip ini sangat mengandalkan respon dari pasien. Pemeriksa biasanya akan menyuruh pasien untuk menyebutkan huruf-huruf tersebut satu persatu. Detail huruf yang tidak konsisten bisa membuat huruf tersebut tidak tampak jelas bagi pasien. Ini akan direspon oleh pemeriksa dengan menambah ukuran lensa yang dipasang di depan mata pasien. Padahal, jika detail hurufnya konsisten, bisa jadi huruf tersebut akan tampak jelas bagi pasien. Kasus seperti inilah yang bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya koreksi berlebih (over correction). Hal yang sebaliknya pun dapat saja terjadi. Karena detail huruf yang tidak konsisten sehingga ada bagian yang memberi sudut penglihatan sentral lebih dari 1′, maka pasien jadi bisa menebak huruf tersebut sehingga pemeriksa menganggap ukuran lensa yang diberikannya sudah cukup. Ini akan menjadi penyebab kekurangan koreksi (under correction) karena jika saja detail huruf tersebut konsisten, bisa jadi pasien tidak akan dapat menebaknya.
Saya jadi teringat satu prinsip yang selalu saya tekankan pada rekan-rekan mahasiswa ARO (Akademi Refraksi Optisi) yang menempatkan saya sebagai salah satu pembimbing mereka: prosedur yang benar + perangkat yang benar + kemampuan yang baik = hasil pemeriksaan yang benar. Lalu, apa gunanya prinsip itu untuk pasien (baca: masyarakat umum) yang akan diperiksa? Sederhana, sebaiknya yakinkan dahulu apakah optotip yang digunakan untuk memeriksa anda memang layak diandalkan. Ibarat membeli minyak, jika anda tidak bisa menerima minyak yang anda beli ditakar dengan penakar liter yang penyok-penyok, tentunya mata anda jauh lebih berharga untuk ditakar dengan huruf yang penyok-penyok pula.

http://www.optiknisna.info/snellen-chart-dan-optotip-murahan-tidak-bisa-diandalkan.html

Penyebab Mata Butuh Kacamata (4)

Penyebab Mata Butuh Kacamata (4)

Presbiopia.
Kemampuan mata normal untuk dapat melihat obyek dekat dengan jelas adalah karena adanya suatu mekanisme akomodasi. Akomodasi adalah kemampuan mata untuk mengubah fokus sehingga dapat melihat dengan jelas terhadap obyek dalam berbagai jarak yang berbeda – beda. Ini merupakan gerak reflek yang ditimbulkan oleh rangsangan otak pada muskulus siliaris, sebagai upaya untuk menggeser / mengubah fokus dari lensa mata agar jatuh tepat pada retina.
mata normal saat melihat jauh
mata normal saat melihat dekat
Presbiopia, yang biasa juga disebut penglihatan tua ( presby = old = tua ; opia = vision = penglihatan ) merupakan keadaan normal sehubungan dengan usia, di mana kemampuan akomodasi seseorang telah mengalami penurunan sehingga sampai pada tahap di mana penglihatan pada jarak dekat menjadi kurang jelas. Ini sejalan dengan penurunan fisiologis amplitudo akomodasi yang dimulai sejak seseorang berumur 10 tahun, dan bervariasi dengan individu, pekerjaan, dan kelainan refraksi.
Secara klinis, presbiopia terjadi setelah umur 40 tahun, biasanya sekitar 44 atau 45 tahun. Orang yang dalam pekerjaan sehari – harinya banyak membutuhkan ketelitian pada penglihatan dekat, akan menyadari / merasakan presbiopia pada dirinya secara dini. Namun, orang yang jarang memerlukan ketelitian dalam penglihatan dekatnya, baru akan menyadari presbiopia yang dialaminya ketika sudah kesulitan membaca koran atau majalah.
mata presbyopia
Presbiopia diklasifasikan menjadi 2 jenis berdasarkan waktu terjadinya, yaitu :
  1. Presbyopia Precock, adalah presbiopia yang terjadi sebelum penderita mencapai umur 40 tahun.
  2. Presbyopia, adalah presbiopia yang terjadi pada saat penderita mencapai umur 40 tahun atau lebih.
Gejala – gejala Presbiopia.
Pada umumnya, panderita presbiopia akan menunjukkan gejala – gejala dan keluhan sebagai berikut :
  • Kesulitan membaca tulisan dengan cetakan huruf yang halus / kecil.
  • Menjauhkan obyek bacaan dari mata pada saat membaca, sampai posisi di mana ia merasa nyaman dalam membaca.
  • Jika membaca lebih senang atau selalu mencari tempat yang bersinar terang.
  • Kesulitan dalam melakukan pekerjaan yang membutuhkan penglihatan dekat yang teliti.
  • Timbul keluhan mata lelah, mata terasa pegal, atau bahkan sakit kepala setelah membaca agak beberapa lama.
Penyebab Terjadinya Presbiopia.
Presbiopia adalah merupakan bagian dari proses penuaan yang secara alamiah dialami oleh semua orang. Penderita akan menemukan perubahan kemampuan penglihatan dekatnya pertamakali pada pertengahan usia empat puluhan. Pada usia ini, keadaan lensa kristalin berada dalam kondisi dimana elastisitasnya telah banyak berkurang sehingga menjadi lebih kaku dan menimbulkan hambatan terhadap proses akomodasi, karena proses ini utamanya adalah dengan mengubah bentuk lensa kristalin menjadi lebih cembung.
Organ utama penggerak proses akomodasi adalah muskulus siliaris, yaitu suatu jaringan otot yang tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler, dan radial. Fungsi serat-serat sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula, yang merupakan kapsul di mana lensa kristalin barada di dalamnya. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus baik untuk objek berjarak dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang.
Jika elastisitas lensa kristalin berkurang dan menjadi kaku ( sclerosis ), maka muskulus siliaris menjadi terhambat atau bahkan tertahan dalam mengubah kecembungan lensa kristalin.
lensa mata
Mengatasi keadaan presbiopia.
Penanganan presbiopia adalah dengan membantu akomodasinya menggunakan lensa cembung ( plus ). Jika penderita presbiopia juga ngin memakai kacamata untuk penglihatan jauhnya, atau mempunyai status refraksi ametropia, maka ukuran dioptri lensa cembung itu diaplikasikan ke dalam apa yang disebut sebagai addisi. Addisi adalah perbedaan dioptri antara koreksi jauh dengan koreksi dekat. Berikut ini merupakan addisi rata – rata yang ditemukan pada berbagai tingkatan usia :
  • 40 tahun ———- +1,00 D.
  • 45 tahun ———- +1,50 D.
  • 50 tahun ———- +2,00 D.
  • 55 tahun ———- +2,50 D.
  • 60 tahun ———- +3,00 D.
Dalam menentukan nilai addisi, penting untuk memperhatikan kebutuhan jarak kerja penderita pada waktu membaca atau melakukan pekerjaan sehari – hari yang banyak membutuhkan penglihatan dekat. Karena jarak baca dekat pada umumnya adalah 33 cm, maka lensa S +3,00 D adalah lensa plus terkuat sebagai addisi yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini, mata tidak melakukan akomodasi bila melihat obyek yang berjarak 33 cm, karena obyek tersebut berada pada titik focus lensa S +3,00 D tersebut.
Jika penderita merupakan seseorang yang dalam pekerjaannya lebih dominan menggunakan penglihatan dekat, lensa jenis fokus tunggal (monofocal) merupakan koreksi terbaik untuk digunakan sebagai kacamata baca.
mata presbiopia dengan lensa koreksi
Lensa bifocal atau multifocal dapat dipilih jika penderita presbiopia menginginkan penglihatan jauh dan dekatnya dapat terkoreksi.
Selain dengan lensa kacamata, presbiopia juga dapat dikoreksi dengan lensa kontak multifocal, yang tersedia dalam bentuk lensa kontak keras maupun lensa kontak lunak. Hanya saja, tidak setiap orang dapat menggunakan lensa kontak ini, karena membutuhkan perlakuan dan perawatan secara khusus.
Metode lain dalam mengkoreksi presbiopia adalah dengan tehnik monovision ( penglihatan tunggal ), di mana salah satu mata dikondisikan hanya bisa untuk melihat jauh saja, dan mata yang satunya lagi dikondisikan hanya bisa untuk melihat dekat. Alat koreksi yang dipakai bisa berupa lensa kacamata atau lensa kontak. Ada beberapa orang yang dapat menggunakan metode ini, sementara sebagian besar yang lain dapat pusing – pusing atau kehilangan kedalaman persepsi atas obyek yang dilihat.

http://www.optiknisna.info/presbyopia.html

Penyebab Mata Butuh Kacamata (3)

Penyebab Mata Butuh Kacamata (3)

Astigmatism.
Adalah kondisi di mana sinar - sinar sejajar yang masuk ke bolamata, oleh media refrakta dibiaskan tidak sama pada setiap meredian, sehingga terjadi lebih dari satu titik fokus. Sebagaimana diketahui, pada mata emmetropia, myopia, dan hypermetropia, sinar² sejajar yang masuk ke bola mata, sama - sama dibiaskan menjadi satu titik fokus, hanya letaknya terhadap retina yang berbeda – beda. Mengapa hanya dibiaskan pada satu titik? Karena seluruh bidang meredian dari sistem optis bolamata berkekuatan (berdaya bias) sama. Perhatikan ilustrasi di bawah ini yang menggambarkan bidang media refrakta yang dibagi menjadi 4 meredian (meskipun sebenarnya bisa jauh lebih banyak dari itu, dari 0° -360°) yaitu meredian 0 atau 180°, 45°, 90°, dan 135°.
tidak astigmat
Terlihat bahwa pada keempat bidang meredian sistem optis bola mata tersebut memiliki kekuatan bias yang sama, yaitu 80 Dioptri, terlepas bahwa itu akan menghasilkan kondisi emmetropia (normal), miopia, atau hipermetropia. Pola kekuatan bias seperti itu akan menghasilkan satu titik fokus. Sekarang coba perhatikan ilustrasi yang ini:
astigmat with the rule
Dan yang ini:
astigmat against the rule
Pada kedua gambar di atas nampak terdapat pola kekuatan bias yang tidak seragam di semua bidang meredian. Pola kekuatan bias seperti itu akan menghasilkan lebih dari 1 titik fokus, karena setiap kekuatan bias yang ada akan memiliki panjang fokusnya sendiri, sehingga jika (misalnya) terdapat 10 perbedaan kekuatan bias, maka juga akan terdapat 10 perbedaan panjang fokus. Otomatis ini akan menghasilkan 10 titik fokus yang letaknya akan membentuk garis searah dengan sumbu aksial bola mata. Ilustrasi berikut ini akan menunjukkan pola fokus tersebut, dengan mengambil kekuatan bias yang terbesar dan terkecil dari 2 ilustrasi (gambar B dan C) di atas.
pola fokus astigmat
Pada ilustrasi di atas, meredian yang berkekuatan bias +80 D mempunyai fokus di titik A, sedangkan meredian yang berkekuatan bias +78 D mempunyai fokus di titik B. Antara titik B dan A adalah merupakan titik - titik fokus dari bidang meredian yang berkekuatan bias antara +78D s/d +80D dan membentuk suatu garis fokus. Itulah sebabnya astigmatism juga dinamakan pembiasan tanpa titik fokus, karena fokus yang terbentuk adalah berupa garis. Derajat astigmatism diukur berdasarkan perbedaan antara kekuatan bias yang terbesar dengan kekuatan bias yang terkecil pada meredian - meredian utamanya. Kalau anda sempat iseng - iseng, coba hitung berapa derajat astigmatism yang ditunjukkan di beberapa ilustrasi di atas.
Secara garis besar, bentuk astigmatism dibedakan menjadi 2, yaitu astigmatism regular dan astigmatism irregular. Astigmatism regular, adalah bentuk astigmatism yang meredian - meredian utamanya (meredian yang berkekuatan bias terbesar dan meredian yang berkekuatan bias terkecil) saling tegak lurus. Astigmatism irregular, adalah astigmatism yang meredian - meredian utamanya tidak saling tegak lurus. Pembahasan secara lebih lengkap mengenai bentuk dan jenis - jenis astigmatism, ada di artikel yang ini.
Penyebab Astigmatism.
Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan kekuatan bias seperti yang telah diuraikan diatas adalah :
  1. Kelengkungan kornea yang tidak spherical (kelengkungan yang beraturan dan sama di semua bidang meredian). Astigmatism yang ditimbulkannya dinamakan astigmatism kornea. Astigmatism ini, jika tidak terlalu besar dapat terkoreksi dengan pemakaian lensa kontak keras/kaku (hard contact lens).
  2. Kelengkungan lensa kristalin yang tidak spherical. Astigmatism yang ditimbulkannya dinamakan astigmatism internal.
  3. Terjadi kekeruhan yang tidak merata di media refrakta (kornea, humor aqueos, lensa kristalin, atau vitreuos humor). Pada beberapa penderita katarak stadium awal (immatura) dapat mengalami astigmat seperti ini.
  4. Kombinasi antara beberapa faktor di atas.
Kondisi astigmatism juga sekaligus dapat dialami oleh penderita miopia ataupun hipermetropia.
Gejala – gejala Astigmatism.
Pada astigmatism rendah :
  1. Mata cepat terasa lelah, terutama pada saat melakukan pekerjaan yang teliti pada jarak fiksasi.
  2. Terasa kabur sementara pada saat melihat dekat. Biasanya dikurangi dengan menutup mata atau mengucek – ucek mata seperti pada hypermetropia. Gejala seperti ini mungkin juga terjadi pada hypermetropia tingkat rendah. Penderita astigmatism rendah biasanya tidak menunjukkan keluhan/gejala jika mereka tidak bekerja dengan keletihan yang tinggi.
  3. Sakit kepala bagian frontal.
Pada astigmatism tinggi :
  1. Penglihatan kabur, sedikit atau jarang ada keluhan sakit kepala maupun asthenopia, tapi dapat terjadi setelah memakai lensa yang kurang lebih/mendekati koreksi astigmatsm tingginya. Keluhan ini mungkin ditimbulkan oleh akomodasi, karena akomodasi tidak dapat memberi power cylinder sehingga tidak dapat membantu astigmatism tinggi dalam mengkoreksi kekaburan penglihatannya. Adalah tidak selalu mungkin untuk menetralisir astigmatism sepenuhnya, sehingga astigmatism yang tersisa dapat menimbulkan ketidaknyamanan, paling tidak di tahap awal pemakaian lensa koreksi.
  2. Memiringkan kepala adalah keluhan kedua yang paling sering pada astigmatism oblik yang tinggi.
  3. Memutar – mutar kepala agar melihat lebih jelas, kadang juga pertanda akan adanya astigmatism tinggi.
  4. Menyipitkan mata seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan efek pinhole atau stenopaic. Namun, penderita astigmatism juga menyipitkan mata pada saat melihat dekat, tidak hanya pada waktu melihat jauh.
  5. Memegang bacaan lebih mendekati mata, seperti pada myopia.
Mengatasi Kondisi Astigmatism.
Sebagaimana miopia dan hipermetropia, astigmatisme pada umumnya diatasi dengan pemberian lensa koreksi maupun tindakan operatif (PRK atau LASIK). Lensa koreksi untuk astigmatism ini (disebut lensa berukuran cylindris) secara umum bentuknya hampir sama dengan lensa untuk koreksi miopia maupun hipermetropia. Hanya saja, bila dicermati lensa yang mempunyai ukuran cylindris akan mempunyai kelengkungan yang berbeda di 2 meredian yang saling tegak lurus. Otomatis kekuatan daya bias di kedua meredian tersebut juga berbeda. Nah, perbedaan antara kedua kekuatan daya bias itulah ukuran dioptri cylindrisnya. Pemasangan lensa yang mempunyai ukuran cylindris harus memperhatikan axis cylindrisnya. Jika pemasangannya tidak benar, lensa koreksi tersebut akan menimbulkan ketidaknyamanan yang kadang - kadang oleh pemakainya direspon dengan keluhan pusing.
Eh, iya.. jawaban untuk pertanyaan iseng di atas adalah : 80 D - 78 D= 2 D (Dioptri).

http://www.optiknisna.info/astigmatisme.html

Penyebab Mata Butuh Kacamata (2)

Penyebab Mata Butuh Kacamata (2)

Hipermetropia
Atau ada pula yang menyebutnya hiperopia, adalah kondisi di mana sinar - sinar sejajar yang masuk ke bolamata, dengan tanpa pengaruh akomodasi, titik fokusnya jatuh di belakang retina.
hipermetroia
Hipermetropia, sering dikaitkan dengan presbyopia yang umumnya dialami oleh seseorang yang telah berusia sekitar 40 tahun, karena di antara keduanya mempunyai kemiripan gejala/ keluhan, dan kebanyakan pemakai lensa koreksi hipermetropia juga sekaligus telah mengalami presbyopia. Namun, sebenarnya hipermetropia juga dapat terjadi pada usia muda, bahkan anak - anak kebanyakan lahir dalam keadaan hipermetropia (umumnya sembuh pada usia sekitar 12 tahun). Hanya saja, pada usia muda kemampuan akomodasi mata masih sangat baik untuk secara otomatis mengkoreksi keadaan hipermetropia tersebut. Pada orang dewasa, kemampuan akomodasi mata akan banyak menurun dan sangat terasa pada usia sekitar 40 tahun, di mana pada saat itu ia akan kesulitan melihat benda kecil dalam jarak dekat (± 30cm). Berdasarkan proses akomodasi yang mempengaruhinya, maka hipermetropia dibagi menjadi beberapa bagian:
  1. Hipermetropia laten, adalah bagian dari hipermetropia yang hanya dikoreksi secara internal oleh akomodasi. Bagian hipermetropia ini hanya dapat diukur setelah penderitanya diberi siklopegia untuk melumpuhkan akomodasinya. Semakin tua, seiring dengan melemahnya kemampuan akomodasi, hipermetropia laten ini akan menjadi hipermetropia fakultatif, lalu menjadi hipermetropia absolute.
  2. Hipermetropia fakultatif manifes, adalah bagian hipermetropia yang masih dapat dikoreksi dengan akomodasi penderitanya sendiri, dengan lensa bantu, atau dengan keduanya. Penderita hipermetropia fakultatif akan masih memiliki ketajaman penglihatan yang normal tanpa lensa koreksi, namun akomodasinya tidak akan sempurna. Jika diberi lensa koreksi untuk hipermetropianya tersebut, akan terasa lebih nyaman dalam melihat karena akomodasinya menjadi diistirahatkan.
  3. Hipermetropia absolut manifes, adalah bagian hipermetropia yang sudah tidak dapat dikoreksi dengan akomodasi penderitanya. Karena itu, diperlukan tindakan pengkoreksian secara eksternal, baik dengan lensa (kacamata atau lensa kontak) atau dengan tindakan operatif.
Penyebab hipermetropia adalah karena bentuk bola mata terlalu pendek dibanding keadaan normal, atau dapat juga sistem optis bola mata yang kekurangan daya bias. Berdasarkan kedua hal tersebut, struktur hipermetropia diklasifikasikan sebagaimana berikut:
  1. Hipermetropia aksial, yaitu hipermetropia yang disebabkan oleh sumbu axial bolamata yang terlalu pendek dari pada keadaan normal.
  2. Hipermetropia refraktif, yaitu hipermetropia yang terjadi karena indeks bias media refrakta yang terlalu rendah, sehingga menyebabkan sistem optis bolamata kekurangan daya bias.
  3. Hipermetropia kurvatur, yaitu hipermetropia yang diakibatkan oleh kelengkungan kornea atau lensa kristalin yang terlalu flat/rata, sehingga menyebabkan kekurangan daya bias pada sistem optis bolamata secara keseluruhan.
Penderita hipermetropia biasanya akan mempunyai keluhan - keluhan seperti :
  • Sakit kepala, terutama di sisi muka. Makin terasa jika melihat ke arah dekat dalam jangka waktu yang agak lama.
  • Penglihatan tidak nyaman, terutama ketika pandangan terfokus ke jarak tertentu dalam waktu lama, misalnya menonton televisi.
  • Kabur ketika melihat dekat, meskipun usianya masih cukup muda.
  • Penglihatan jauh menjadi kabur sehabis membaca / melihat dekat dalam waktu lama.
  • Kabur ketika melihat jauh dan dekat, terutama jika derajat hipermetropianya sudah agak tinggi (3,00 s/d 6,00 D).
  • Cepat lelah mata ketika membaca dalam jarak dekat.
Mengatasi keadaan hipermetropia.
Hipermetropia bisa diatasi dengan pemberian lensa koreksi (kacamata atau lensa kontak) berkekuatan positif di depan sistem optis bola mata, atau bisa juga dengan tindakan operatif (Keratektomi & LASIK).
Pada hipermetropia fakultatif, pemberian lensa koreksi akan memberikan kenyamanan penglihatan, meskipun tanpa lensa koreksi ia masih memiliki ketajaman penglihatan yang normal.
Pada hipermetropia absolut, pemberian lensa koreksi (atau dengan tindakan operatif) adalah hal yang sudah sangat diperlukan.


http://www.optiknisna.info/hypermetropia.htmlhipermetropia dengan lensa koreksi

Penyebab Mata Butuh Kacamata (1)

Penyebab Mata Butuh Kacamata (1)

Normalnya, sinar - sinar sejajar yang masuk ke dalam bola mata akan dibiaskan oleh sistem optis bolamata dan terfokus dalam satu titik yang jatuh tepat pada retina. Kondisi ini disebut emmetropia.
mata normal
Sayang, tidak semua orang memiliki kondisi mata yang ideal seperti itu. Pada beberapa orang, titik fokus dari sinar - sinar tersebut justru jatuh di depan retina, atau di belakang retina. Bahkan, dapat terjadi sistem optis bolamata membiaskannya tidak saja menjadi satu titik fokus, tetapi malah dua atau bahkan lebih. Kondisi inilah yang disebut ammetropia, dan menyebabkan mata tidak dapat melihat dengan sempurna, bahkan kabur sama sekali. Ammetropia ini terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
Miopia
Adalah kondisi di mana sinar - sinar sejajar yang masuk ke bolamata titik fokusnya jatuh di depan retina.
mata miopia
Istilah myopia sendiri sebenarnya baru dikenal pada sekitar abad ke 2, yang mana terbentuk dari dua kata, meyn yang berarti menutup, dan ops yang berarti mata. Ini memang menyiratkan salah satu ciri - ciri penderita miopia yang suka menyipitkan matanya ketika melihat sesuatu yang baginya nampak kurang jelas, karena dengan cara ini akan terbentuk debth of focus di dalam bola mata sehingga titik fokus yang tadinya berada di depan retina, akan bergeser ke belakang mendekati retina.
Sebenarnya, miopia juga dapat dikatakan merupakan keadaan di mana panjang fokus media refrakta lebih pendek dari sumbu orbita (mudahnya, panjang aksial bola mata jika diukur dari kornea hingga makula leutea di retina). Berdasarkan pengertian ini, maka dikenal dua jenis miopia, yaitu:
  1. Miopia aksial, adalah miopia yang disebabkan oleh sumbu orbita yang lebih panjang dibandingkan panjang fokus media refrakta. Dalam hal ini, panjang fokus media refrakta adalah normal (± 22,6 mm) sedangkan panjang sumbu orbita > 22,6 mm.
  2. Miopia refraktif, adalah miopia yang disebabkan oleh panjang fokus media refrakta yang lebih besar dibandingkan panjang sumbu orbita normal (± 22,6 mm).
Klasifikasi miopia yang umum diketahui adalah berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk mengkoreksinya.
  • Miopia ringan, lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri.
  • Miopia sedang, lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
  • Miopia tinggi, lensa koreksinya > 6,00 Dioptri. Penderita miopia kategori ini rawan terhadap bahaya pengelupasan retina dan glaukoma sudut terbuka.
Sedangkan klasifikasi secara klinis adalah sebagaimana berikut:
  1. Simple Myopia, adalah miopia yang disebabkan oleh dimensi bolamata yang terlalu panjang, atau indeks bias kornea maupun lensa kristalin yang terlalu tinggi.
  2. Nocturnal Myopia, adalah miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi sekeliling kurang cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap level pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan menambah kondisi miopia.
  3. Degenerative Myopia, disebut juga malignant, pathological, atau progressive myopia. Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi. Miopia jenis ini bertambah buruk dari waktu ke waktu.
  4. Pseudomyopia, diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot - otot siliar yang memegang lensa kristalin. Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu, karena memang sifat miopia ini hanya sementara sampai kekejangan akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh buru - buru memberikan lensa koreksi.
  5. Induced Myopia, merupakan miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat - obatan, naik turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa, dan sebagainya.
Faktor - faktor penyebab miopia :
Pada miopia aksial;
  • Menurut Plempius (1632), memanjangnya sumbu bolamata tersebut disebabkan oleh adanya kelainan anatomis.
  • Menurut Donders (1864), memanjangnya sumbu bolamata tersebut karena bolamata sering mendapatkan tekanan otot pada saat konvergensi.
  • Menurut Levinsohn (1925), memanjangnya sumbu bolamata diakibatkan oleh seringnya melihat ke bawah pada saat bekerja di ruang tertutup, sehingga terjadi regangan pada bolamata.
Pada miopia refraktif, menurut Albert E. Sloane dapat terjadi karena beberapa macam sebab, antara lain :
  • Kornea terlalu melengkung (< 7,7 mm).
  • Terjadi hydrasi / penyerapan cairan pada lensa kristalin sehingga bentuk lensa kristalin menjadi lebih gembung dan daya biasnya meningkat. Hal ini biasanya terjadi pada penderita katarak stadium awal (immatura).
  • Terjadi peningkatan indeks bias pada cairan bolamata (biasanya terjadi pada penderita diabetes melitus).
Beberapa hal yang mempengaruhi resiko terjadinya miopia, antara lain :
  1. Keturunan. Orang tua yang mempunyai sumbu bolamata yang lebih panjang dari normal akan melahirkan keturunan yang memiliki sumbu bolamata yang lebih panjang dari normal pula.
  2. Ras/etnis. Ternyata, orang Asia memiliki kecenderungan miopia yang lebih besar (70% - 90%) dari pada orang Eropa dan Amerika (30% - 40%). Paling kecil adalah Afrika (10% - 20%).
  3. Perilaku. Kebiasaan melihat jarak dekat secara terus menerus dapat memperbesar resiko miopia. Demikian juga kebiasaan membaca dengan penerangan yang kurang memadai.
Penderita myopia yang tidak terkoreksi, biasanya akan mengeluhkan:
  • Sering sakit kepala, beberapa orang mengatakan pusing.
  • Cepat lelah mata pada waktu mengemudi, kesulitan membaca/mengamati rambu - rambu jalan.
  • Kesulitan membaca/mengamati papan tulis atau layar tampilan lcd projektor, terutama ketika posisi duduknya agak jauh di belakang.
Tanda - tanda adanya miopia ditunjukkan dengan kebiasaan penderitanya untuk memicingkan/menyipitkan mata pada saat melihat obyek pada jarak agak jauh. Pada anak - anak usia sekolah, biasanya juga ditunjukkan oleh prestasi belajar yang memburuk.
Mengatasi kondisi miopia.
Dari ulasan mengenai beberapa faktor penyebab di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kondisi miopia tersebut secara teoritis akan dapat diatasi dengan cara:
  1. Menempatkan lensa berkekuatan negatif di depan sistem optis bola mata. Cara ini paling mudah dan banyak dilakukan, yaitu dengan menggunakan kacamata maupun lensa kontak.
    mata miopia dengan lensa koreksi
  2. Mengurangi kelengkungan (artinya, membuat kondisinya menjadi lebih flat/rata) permukaan depan kornea, yang tujuannya adalah mengurangi daya bias sistem optis bolamata sehingga titik fokusnya bergeser mendekat ke retina. Metode non operatif untuk ini adalah Orthokeratology, yaitu dengan menggunakan lensa kontak kaku untuk (selama beberapa waktu) memaksa kontur kornea mengikuti kontur lensa kontak tersebut. Sedangkan metode operatif yang mulai populer di Indonesia saat ini adalah LASIK yang dianggap lebih modern dari pada PRK dan LASEK.
  3. Memperpipih bentuk lensa kristalin, yaitu dengan mempengaruhi otot siliaris yang menjadi tempat bergantungnya lensa kristalin. Namun, pada prakteknya, ini hanya dapat dilakukan jika kecembungan berlebihan yang terjadi pada lensa kristalin tersebut diakibatkan oleh kekejangan akomodasi.
  4. Mengurangi indeks bias cairan dalam bolamata. Pada prakteknya, hingga saat ini, penulis belum menemukan referensi yang menyebutkan bahwa secara ilmiah kedokteran ada yang berhasil melakukannya.
http://www.optiknisna.info/myopia.html

Pengendalian Myopia, Berharap Minus Tak Bertambah Terus

Pengendalian Myopia, Berharap Minus Tak Bertambah Terus

Sepertinya tidak ada penderita myopia atau pemakai kacamata minus yang tidak ingin minusnya tidak bertambah terus, syukur-syukur bisa turun, atau bahkan sembuh total tidak perlu kacamata lagi. Bagi penderita myopia kategori sedang maupun berat (> -3,00), berharap agar minusnya bisa menurun drastis atau sembuh adalah hal yang tidak mudah terpenuhi. Hanya Lasik dan metode operatif/surgery lain (Lasek, Keratotomi) yang sudah secara nyata dapat membuktikan keberhasilannya. Tapi itu meminta kompensasi biaya yang masih dirasa sangat mahal bagi sebagian besar kalangan masyarakat. Berharap dari kacamata? Kacamata (berlensa minus) tidak ditujukan untuk menyembuhkan minusnya, tapi untuk mengkoreksi atau memperbaiki ketajaman penglihatan yang terganggu akibat myopia tersebut. Padahal kasus myopia tinggi tidak sekedar berarti kaburnya penglihatan, tapi juga sering diikuti dengan masalah kesehatan mata yang cukup serius. Bahaya robekan dan pengelupasan retina yang mengancam penderita myopia tinggi adalah yang paling serius, bisa mengakibatkan buta total.

Mengingat begitu seriusnya bahaya yang mengikuti kasus myopia tinggi, upaya pengendalian myopia (myopia control) yang bertujuan untuk menekan/menghambat laju pertambahan myopia seminimal mungkin, sudah menjadi pemikiran banyak ahli kesehatan mata sejak dulu. Berbagai studi dan penelitian sudah dilakukan, meskipun ada beberapa metode yang tidak terdokumentasi secara rinci mengenai efektifitasnya. Namun, setidaknya ada beberapa metode yang bisa menjadi bahan pertimbangan bagi para orang tua yang mempunyai anak yang menderita myopia. Mengapa anak-anak yang disasar? Karena pada masa-masa pertumbuhan itulah masih ada harapan untuk ikut mempengaruhi perkembangan fisik mereka, terutama dalam hal ini adalah organ penglihatannya. Myopia yang diderita sejak kecil akan cenderung bertambah seiring dengan pertumbuhan fisik. Jika pertambahannya tergolong cepat, pada saat dewasanya nanti akan bisa berakhir dengan myopia yang sangat tinggi. Meskipun begitu, penderita myopia yang sudah dewasa juga ada baiknya mempertimbangkan pengendalian myopia ini, terutama yang dalam pekerjaanya menuntut penglihatan dekat yang terus menerus.

Ada berapa cara yang disarankan oleh para ahli untuk pelaksanaan pengendalian myopia ini, namun, belum ada kesepakatan tentang satu metode tertentu yang dapat memberi tingkat keberhasilan yang paling memuaskan. Berbagai studi dan penelitian tentang hal tersebut memang masih terus dilakukan hingga saat ini.

  • Ortokeratologi.
    Di beberapa literatur, ortokeratologi sebenarnya mempunyai tujuan untuk “menyembuhkan” myopia yang masih dalam tingkat sangat ringan. Ini bisa ditilik dari metodenya yang merupakan usaha untuk membentuk kelengkungan kornea supaya lebih rata/flat dengan menggunakan lensa kontak rigid/kaku (bukan softlens) yang didesain secara khusus. Lensa kontak yang umumnya dibuat dari bahan yang bersifat high gas permeable (mudah dilalui udara, agar kornea mendapat oksigen yang cukup) ini memiliki kelengkungan dasar yang lebih flat/rata (1.00 - 2.00 D) dari pada kelengkungan kornea pasien. Namun, ada pula beberapa ahli yang menggunakan ortokeratologi ini sebagai salah satu metode pengendalian myopia. Untuk itu, pasien disuruh memakai lensa kontak tersebut pada waktu-waktu tertentu (umumnya malam hari). Di salah satu studi yang dilakukan oleh seorang ahli dari Houston yang didokumentasikan di sini, setiap peserta program yang umurnya bervariasi dari 5 hingga >21 tahun diminta untuk memakai lensa kontak tersebut tiap malam selama 5 tahun. Selama kurun waktu itu, secara periodik pasien diperiksa untuk mengetahui perkembangannya. Hasilnya terlihat cukup memuaskan. 97% dari 519 peserta dinyatakan tidak mengalami pertambahan derajat myopia atau pertambahannya sangat kecil.
  • Menggunakan lensa kontak RGP (Rigid Gas Permeable).
    Meskipun sama-sama menggunakan lensa kontak jenis rigid/kaku, metode yang ini hanya menggunakan lensa kontak RGP yang umum digunakan untuk mengkoreksi kelainan refraksi sebagaimana soflen dan kacamata. Jadi fungsi lensa kontak RGP di sini memang sebagai pengganti kacamata atau soflen. Menurut beberapa studi yang sudah dilakukan oleh para ahli kesehatan penglihatan, pemakaian lensa kontak jenis ini memang dapat mengurangi laju pertambahan myopia, meskipun hasilnya tidak sebagus metode ortokeratologi. Lensa kontak jenis ini juga mampu memberi kualitas penglihatan yang lebih baik dari pada soflen maupun kacamata.
  • Menggunakan lensa bifokal.
    Beberapa ahli sepakat bahwa akomodasi bisa merupakan salah satu faktor penimbul myopia. Akomodasi merupakan aktifitas yang diprakarsai oleh otak sebagai respon dari kondisi out of focus yang terjadi dalam bolamata. Kondisi out of focuss ini terjadi bila obyek yang dilihat oleh mata berada dalam jarak dekat.
    out of focuss
    Otak akan meresponnya dengan mengirimkan perintah ke otot siliaris yang memegang lensa mata untuk berkontraksi sehingga lensa tersebut menjadi lebih gembung dan daya biasnya meningkat. Dengan meningkatnya daya bias tersebut akan membuat titik fokus yang sebelumnya terletak di belakang retina menjadi bergeser maju dan berada tepat di retina. Akomodasi yang terus menerus akan menyebabkan mata cepat lelah, bahkan bisa menimbulkan kekejangan (spasm) akomodasi.
    Pemberian kacamata bifokal sehubungan dengan pengendalian myopia ini dimaksudkan untuk mengurangi beban akomodasi tersebut. Pengurangan beban akomodasi inilah yang diyakini dapat mengurangi laju pertambahan myopia. Namun, di kalangan praktisi optik Indonesia, pemberian kacamata bifokal untuk anak-anak atau remaja mungkin akan dianggap aneh, karena banyak dari mereka yang belum memahami tentang metode pengendalian myopia ini. Di samping itu, kebanyakan orang tua anak-anak tersebut juga cenderung tidak ingin tampang anaknya nampak seperti orang tua. Kedua faktor tersebut menyebabkan metode pengendalian myopia ini agak kurang populer.
  • Menggunakan lensa multifokal.
    Prinsipnya sama dengan penggunaan lensa bifokal, hanya saja pada lensa jenis multifokal/multifokus ini tidak menampakkan garis yang memisahkan area untuk melihat jauh dan area untuk melihat dekat. Bahkan, ada produsen lensa yang mendesain lensa multifokus yang dikhususkan untuk digunakan dalam pengendalian myopia ini. Keberadaan lensa multifokus ini akan dapat menjadi jawaban bagi mereka yang tidak ingin anaknya kelihatan tua dengan lensa bifokal.
  • Metode undercorrection.
    Ini dilakukan dengan memberikan ukuran lensa koreksi yang berdioptri lebih lemah dari seharusnya. Dengan kacamata yang under correction ini, akomodasi pada saat melihat dekat tidak akan sekuat jika memakai kacamata minus dengan ukuran penuh. Namun ini juga harus melalui pertimbangan yang seksama supaya tidak terlalu merugikan penglihatan jauhnya, terutama untuk anak-anak sekolah. Ukuran kacamata minus yang diberikan harus diatur sedemikian rupa agar hanya cukup untuk dapat melihat tulisan di papan tulis.
  • Membatasi pemakaian kacamata.
    Seringnya, penjual kacamata yang kurang dalam pengetahuannya tentang mekanisme penglihatan akan menyarankan agar penderita myopia memakai kacamata minusnya terus menerus. Saran tersebut sebenarnya kurang benar, terutama untuk yang minusnya ringan (-3,00 atau kurang). Myopia disebut juga rabun jauh karena penderitanya akan mengalami kabur penglihatan hanya pada saat melihat jauh. Ini karena titik fokus dalam bola mata tidak tepat pada retina, tapi berada di depan retina. Pada saat melihat dekat (misalnya membaca buku) di mana pada saat itu titik fokus bergeser kebelakang dan lebih dekat ke retina, kacamata minus tidak begitu dibutuhkan lagi. Jika kacamata minus tetap dipakai, titik fokus malah akan terlalu jauh hingga dibelakang retina dan membuat mata harus berakomodasi. Aktifitas akomodasi inilah yang harus banyak dikurangi untuk mengurangi laju pertambahan myopia. Intinya, pakai kacamata minus hanya pada saat benar-benar dibutuhkan. 
http://www.optiknisna.info/pengendalian-myopia-berharap-minus-tak-bertambah-terus.html